Banyak kemenangan dan kebaikan yang terjadi pada masa Nabi-Nabi
Bulan Muharram pada hari Asyura disebut sebagai hari kebebasan Musa dari kejaran Fira’un, dan umat Muslim sangat disunahkan menunaikan shaum pada tanggal itu.
Dari ’Aisyah Radhiyallāhu ’anha, beliau berkata,
“Orang-orang Quraisy biasa bershaum pada hari asyura di masa jahiliyyah, Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallama pun melakukannya pada masa jahiliyyah. Tatkala beliau sampai di Madinah beliau bershaum pada hari itu dan memerintahkan umatnya untuk menunaikan shaum." (Hadits Shahih Riwayat Bukhari 3/454, 4/102-244, 7/147, 8/177,178, Ahmad
6/29, 30, 50, 162, Muslim 2/792, dll.)
"Nabi shallallāhu ‘alaihi wasallama tiba di Madinah, kemudian beliau melihat orang-orang Yahudi bershaum pada hari Asyura. Beliau bertanya:
”Apa ini?” Mereka menjawab: ”Sebuah hari yang baik, ini adalah hari dimana Allah menyelamatkan bani Israil dari musuh mereka, maka Musa bershaum pada hari itu sebagai wujud syukur. Maka beliau Rasulullah menjawab: ”Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian (Yahudi), maka kami akan bershaum pada hari itu sebagai bentuk pengagungan kami terhadap hari itu." (Hadits Shahih Riwayat Bukhari 4/244, 6/429, 7/274, Muslim 2/795, dll.)
Dua hadits ini menunjukkan bahwa hari Asyura di masa jahiliyah, orang-orang Quraisy telah melakukannya sebelum hijrah Nabi shallallāhu ‘alaihi wasallama, Kemudian sewaktu tiba di Madinah, beliau menemukan orang-orang Yahudi bershaum pada hari itu, maka Nabi-pun menunaikan shaum dan mendorong umatnya untuk menunaikan shaum.
Mengenai riwayat tentang Nabi Nuh 'alaihis-salām, yaitu:
“Ia adalah hari mendaratnya kapal Nuh di atas gunung “Judi” lalu Nuh bershaum pada hari itu sebagai wujud rasa syukur.” (Hadits Riwayat Ahmad 2/359-360 dengan jalan dari Abdusshomad bin Habib Al-Azdi dari bapaknya dari Syumail dari Abu Hurairah, Abdusshomad dan bapaknya keduanya Dha’if)
Adapun di antara peristiwa dalam sejarah Islam yang terjadi di bulan Muharram lainnya adalah sebagai berikut:
Salah satu dasar yang dijadikan acuan pengesahan Muharam menjadi bulan pertama kalender Hijriyah adalah peristiwa Baiat Aqabah kedua yang terjadi pada akhir Dzulhijah. Baiat itu berisi kesepakatan perlunya Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wasallama dan umat Islam melakukan hijrah ke Madinah, sehingga ada sebagian sahabat yang sudah memulai hijrah pada Muharam.
Dilansir dari alukah, Al-Hafiz Ibnu Hajar telah mengumpulkan beberapa riwayat yang merujuk pada Muharram untuk menjadi awal tahun Hijriyah. Ibnu Hajar mengatakan demikian dalam kitab Fath Al- Bari:
“Para sahabat mengakhirkan awal Hijriyah dari Rabiul Awal ke Muharram karena awal niat hijrah adalah pada Muharram, karena baiat adalah pada bulan Dzulhijjah yang merupakan awal dari hijrah, maka bulan pertama yang digunakan setelah ikrar dan tekad untuk hijrah adalah bulan Muharram, maka sudah sepatutnya untuk memulainya.”
Perang Khaibar merupakan perang untuk menaklukkan Yahudi. Masyarakat Yahudi Khaibar paling sering mengancam pihak Madinah melalui persekutuan Quraisy. Pasukan muslimin yang dipimpin langsung Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wasallama menyerang benteng pertahanan Yahudi di Khaibar. Langkah taktis itu berhasil sehingga memberikan kemenangan bagi pasukan muslim.
Pihak Yahudi meminta Nabi shallallāhu ‘alaihi wasallama untuk tidak mengusir mereka dari Khaibar. Sebagai imbalannya, mereka berjanji tidak lagi memusuhi Madinah dan menyerahkan hasil panen kepada kaum muslim dan Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallama saat itu pun menerima tawaran itu. Walau pada akhirnya Yahudi mengingkari perjanjian damai itu.
Umar bin Khattab radhiyallāhu 'anhu lahir 13 tahun setelah Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wasallama dilahirkan atau sekitar tahun 583 M. Beliau memiliki kesempatan belajar membaca dan menulis sehingga termasuk dari tujuh belas orang yang menguasai baca tulis pada masa itu.
Setelah Abu Bakar wafat, Umar bin Khattab radhiyallāhu 'anhuma menjabat sebagai khalifah yang kedua. Ia adalah pemimpin pertama yang diberi gelar Amirul Mukminin (pemimpin kaum Muslimin). Dibalik sikap kerasnya Umar, tersembunyi kelembutan dan kebesaran kasih sayang. Sikap kerasnya itu seakan menjadi tameng untuk menutupi rasa kemanusiaannya yang besar dalam dirinya. Dengan demikian. Ia dapat menjadi pemimpin yang bijaksana, kharismatik.
Umar memerintah selama 10 tahun 6 bulan, dan Allah menjadikan Negara yang ia pimpin menjadi negara terkuat pada masanya. Umar meninggal dunia karena ditikam oleh Abu Lu’luah Fairuz, seorang budak Al-Mughirah bin Syu’bah pada hari Rabu tanggal 26 Dzul Hijjah 23 H. dan jatuh sakit selama tiga hari sebelum wafatnya. Sebelum meninggal, Umar meminta kepada anaknya, Abdullah, untuk memohon izin kepada ‘Aisyah radhiyallāhu 'anhā agar dimakamkan di samping kedua sahabatnya, yaitu Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallama dan Abu Bakar radhiyallāhu 'anhu, Aisyah radhiyallāhu 'anhā pun mengizinkannya.
Bersambung…
Oleh : Ust. Anugerah, ST., Lc., MA